Loading...
BLANTERWISDOM101

Program LKLB Indonesia Disebut Presiden Singapura sebagai Model Kohesi Sosial

Selasa, 24 Juni 2025

Program LKLB Indonesia Disebut Presiden Singapura sebagai Model Kohesi Sosial

Singapura, 25 Juni 2025 – Pengalaman Indonesia dalam melaksanakan program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) menjadi model yang diangkat dalam forum internasional pemerintah Singapura yaitu The International Conference on Cohesive Societies (ICCS) yang diadakan pada 24-26 Juni 2025. Presiden Singapura, Tharman Shanmugaratnam, dalam pidato kuncinya saat membuka konferensi tersebut, menyebut program LKLB yang dijalankan oleh Institut Leimena telah menjadi contoh upaya membangun kohesi sosial dalam masyarakat multikultural.

“Program Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Indonesia yang dijalankan oleh Institut Leimena telah melatih 9.000 guru untuk membantu anak-anak mempelajari tentang keberagaman agama di negaranya, menghilangkan stereotip masa lalu, dan saling menghormati,” kata Presiden Singapura, Tharman Shanmugaratnam, saat sesi pembukaan di Raffles City Convention Centre, Singapura, Selasa (24/6/2025).

ICCS, diikuti oleh lebih dari 1.000 peserta dari sekitar 50 negara termasuk Indonesia, mengusung tema “Cohesive Societies, Resilient Futures” (Masyarakat Kohesif, Masa Depan Tangguh). Konferensi digelar pada 24-26 Juni 2025, diselenggarakan oleh S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) dan didukung oleh Kementerian Kebudayaan, Masyarakat, dan Pemuda Singapura. ICCS bertujuan mempromosikan multikulturalisme dan apa yang diperlukan untuk mencapai harmoni dalam keberagaman di tengah masyarakat yang terpecah dan terpolarisasi.

Dari Indonesia hadir Menteri Agama Nasaruddin Umar sebagai salah satu pembicara sesi pleno, dan Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, yang akan berbicara tentang program LKLB dalam sesi showcase hari Kamis nanti (26/6/2025).

“Saya senang (Institut) Leimena hadir dalam konferensi ini, dan mereka akan membagikan pengalaman mereka,” kata Presiden Singapura dalam pidatonya.

Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan undangan sebagai narasumber dalam ICCS di Singapura adalah kesempatan berharga untuk membagikan pengalaman Indonesia dalam melaksanakan program LKLB. Institut Leimena bersama lebih dari 30 lembaga pendidikan dan keagamaan di Indonesia, termasuk Masjid Istiqlal sebagai salah satu mitra pertama, berupaya memperkuat kohesi sosial masyarakat Indonesia yang sangat majemuk melalui peran guru dan pendidik. Hingga saat ini, lebih dari 10.000 pendidik telah lulus dari program ini.

“Program LKLB dikembangkan untuk membangun rasa saling percaya dengan memerangi prasangka dan stereotip negatif terhadap orang lain yang berbeda. Fokus ini krusial karena prasangka dan ketakutan terhadap ‘yang lain’ adalah bibit subur bagi konflik sosial,” kata Matius.

Matius menambahkan program LKLB melampaui keterbatasan dialog antaragama tradisional yang seringkali berhenti pada tahap mengenal, sebaliknya pengetahuan tentang orang lain yang berbeda agama tidak selalu diterjemahkan menjadi empati dan solidaritas. Sejalan dengan itu, ujar Matius, Presiden Singapura lewat pidatonya menyatakan bahwa masyarakat kohesif hanya dapat dipertahankan, dan keberagaman mereka tetap menjadi kekuatan jika orang-orang memiliki harapan dan tujuan bersama.

“Salah satu kompetensi yang dilatih dalam LKLB adalah kompetensi kolaboratif, yakni kemampuan kita bekerja sama dengan mereka yang berbeda agama atau kepercayaan dari kita, untuk kebaikan bersama, tetapi dengan tetap menghormati perbedaan masing-masing. Kolaborasi inilah yang menghasilkan rasa saling percaya yang amat penting untuk kohesi sosial,” ujar Matius.

Dalam konteks tersebut, Matius mengatakan dua alumni program LKLB yang merupakan guru sekolah Islam and Kristen, juga ikut hadir bersamanya sebagai pembicara dalam ICCS hari Kamis mendatang. Kedua guru tersebut akan membagikan pengalaman mereka dalam mempelopori kolaborasi lintas agama di dunia pendidikan.

Matius menambahkan bahwa penekanan Presiden Singapura tersebut juga sejalan dengan Visi dan Strategi ASEAN 2045 yang disepakati dalam KTT ASEAN di Kuala Lumpur tanggal 26 Mei yang lalu, di mana “literasi keagamaan lintas budaya” diakui sebagai salah satu strategi untuk “komunitas ASEAN yang inklusif dan kohesif.”

“Kami menyadari bahwa membangun masyarakat yang inklusif dan kohesif memerlukan upaya bersama dengan negara-negara di kawasan ASEAN. Oleh sebab itu, kami berharap pengalaman Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Indonesia ini dapat bermanfaat bagi negara-negara tetangga kita, karena dalam meningkatnya polarisasi global saat ini, kita harus bersama-sama menjaga kawasan Asia Tenggara ini,” kata Matius.
Share This :

0 komentar

Postingan Populer

iklan banner