Tujuh Pelaku Intoleran di Desa Tangkil Dibebaskan, PBHM: Presiden Layak Pecat Menteri Natalius Pigai
JAKARTA - Pusat Bantuan Hukum Masyarakat (PBHM) sayangkan atas sikap Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) memberikan jaminan terhadap para tersangka pengerusakan rumah rumah singgah di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Ketua Umum PBHM Ralian Jawalsen, kasus pengerusakan rumah tersebut bukan sekedar kriminal. Akan tetapi sudah melanggar konstitusi karena itu bukan delik aduan, akan tetapi sudah masuk kriminal murni.
"Pengerusakan rumah pada sahat orang melakukan kegiatan beribadah itu sudah melanggar konstitusi Pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Masa gerakan intoleran dibela, padahal tindakan tersebut adalah benih-benih terorisme yang harusnya Pemerintahan Prabowo berada paling di depan, sebaliknya pasang badan terhadap mereka pelaku pengerusakan dan teror terhadap anak-anak yang sedang melakukan kegiatan ibadah adalah Pemerintah sama saja membela para pelaku intoleran,"ujar Ralian, aktivis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Angkatan 1998 itu, Jakarta, Sabtu (5/7/2025).
Menurut Ralian, Presiden Prabowo Subianto harus bertindak tegas dengan memecat Menteri HAM Natalius Pigai dan para staf-nya yang terlibat pasang badan terhadap pelaku intoleran dan teror dalam kegiatan ret-ret di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu itu.
"Menteri Natalius Pigai harus dipecat, bagaimana pun kasus intoleran tidak boleh dibiarkan. Karena intoleran dan pengerusakan rumah saat orang dalam kegiatan beribadah adalah benih-benih terorisme yang mengarah kejahatan luar biasa yang tidak bisa dibenarkan,"tegas Sekretaris Bidang Informasi dan Komunikasi Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) periode 2015-2018 itu.
Menurut Ralian, Gubenur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendukung para pelaku intoleran di proses hukum. Sebaliknya, Kementerian HAM membela kelompok intoleran. "Sangat kontraproduktif, dan akan semakin menunjukan kepastian hukum di negeri ini semakin tidak jelas. Indonesia semakin gelap dalam penegakan hukum, khususnya terhadap kelompok-kelompok intoleran,"tandas mantan Aktivis Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokorasi (LMND) itu.
Dia menegaskan, keadilan restoratif (restorative justice) hanya bisa dilakukan terhadap kejahantan ringan, bukan bagi pelaku intoleransi yang merusak sendi-sendi kebangsaan negeri ini. "Indonesia adalah negara hukum, karenanya harus ada kepastian dan penegakan hukum. Meski pun langit runtuh, hukum harus ditegakan,"tambah Ralian.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memastikan kejadian itu merupakan peristiwa pidana yang harus ditindaklanjuti secara hukum. Kepolisian diyakini akan menjalankan proses hukum secara objektif.
"Saya akan mengawal seluruh proses hukumnya, agar berjalan baik, objektif dan tuntas. Saya yakin Polres Sukabumi akan bekerja berdasarkan fakta dan alat bukti yang ada," tegas Dedi, Selasa, 1 Juli 2025.
Staf Khusus Menteri HAM, Thomas Harming Suwarta, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengusulkan penangguhan penahanan terhadap ketujuh tersangka.
Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar usai kegiatan bersama Bupati, Kapolres, dan tokoh agama, Kamis (3/7/2025).
“Kami siap dari Kementerian HAM untuk memberikan jaminan agar para tujuh tersangka kami lakukan penangguhan penahanan dan ini (permintaan penangguhan penahanan) kami akan sampaikan secara resmi kepada pihak kepolisian,” ujar Thomas.
Thomas menambahkan, kasus ini berawal dari kesalahpahaman warga terhadap aktivitas di rumah tersebut yang ternyata merupakan kegiatan retret para pelajar kristen.
“Dari Kementerian Hak Asasi Manusia memang mendorong untuk dilakukan penangguhan penahanan kepada tersangka. Seperti kata Pak Kapolres tadi, ada upaya penegakan hukum dilakukan secara profesional, proporsional dan tentu berkeadilan,” tambahnya.
Menurut Thomas, penyelesaian kasus seperti ini bisa dilakukan melalui berbagai pendekatan, termasuk mediasi atau keadilan restoratif (restorative justice). Baca juga: PDI-P Bakal Advokasi Kasus Gamma, Korban Penembakan Polisi di Semarang “Jadi mencari keadilan itu banyak upaya dan caranya termasuk tadi ada yang bertanya soal restorative justice, dilakukan upaya mediasi,” ujarnya.
Seperti diketahui, peristiwa pengerusakan rumah yang dijadikan ret-ret atau kegiatan refresing kerohanian terjadi di Kampung Tangkil RT 4 RW 1, Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (27/6/2025) pagi.
Tiba-tiba dalam kegiatan beribadah yang dilakukan anak-anak itu disambangi sekelompok orang dengan melakukan pengerusakan dan pembubaran. Para anak-anak yang sedang melakukan kegiatan beribadah itu histeris ketakutan.
Share This :
0 komentar